Penulis—semoga Allah Merahmatinya—menyebutkan
bentuk kedua dari bentuk-bentuk doa yang terlarang,
yaitu berdoa sesuatu yang di luar kebiasaan.
Inilah maksud perkataannya,
“… yakni ketika seseorang meminta
kepada Allah Taʿālā sesuatu yang mustahil menurut kebiasaan, …”
yakni yang secara kebiasaan manusia tidak mungkin terwujud.
Jika dia berdoa demikian, artinya dia meminta sesuatu yang di luar kebiasaan.
Penulis—semoga Allah Merahmatinya—menyebutkan
bahwa berdoa meminta sesuatu yang di luar kebiasaan adalah haram,
kecuali dalam tiga kondisi:
Pertama, jika yang berdoa adalah seorang nabi.
Kedua, jika yang berdoa adalah seorang wali.
Ketiga, jika yang berdoa bukan termasuk kedua golongan itu,
tapi dia berdoa demikian agar Allah Menjadikannya sebagai wali-Nya.
Penulis—semoga Allah Merahmatinya—berdalil dalam mengharamkan
berdoa meminta sesuatu yang di luar kebiasaan
dengan dua ayat yang disebutkan di akhir perkataannya,
di halaman 418, di mana dia berkata
bahwa dalil larangan berdoa yang di luar kebiasaan adalah firman-Nya Taʿālā (yang artinya),
“… dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri.” (QS. Al-Baqarah: 195)
Artinya, jangan melakukan sesuatu yang berbahaya
yang secara kebiasaan manusia akan membinasakan.
Juga firman-Nya Taʿālā (yang artinya),
“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa.” (QS. Al-Baqarah: 197)
Yakni yang bisa mencegah Anda harus meminta-minta dan mencuri.
Kedua ayat ini menjadi dalil hukum tersebut
dengan sisi pendalilan yang jauh dan kurang kuat,
serta menyisakan celah untuk dibantah.
Pendalilan yang kuat yang menunjukkan hukum
doa dengan sesuatu yang di luar kebiasaan
adalah bahwa doa tersebut termasuk melampaui batas.
Sudah ditetapkan sebelumnya bahwa doa yang melampaui batas hukumnya haram.
Termasuk melampaui batas dalam berdoa
adalah berdoa sesuatu yang di luar kebiasaan,
karena kebiasaan manusia harus tunduk
mengikuti apa yang Allah Subẖānahu wa Taʿālā Tetapkan baginya,
maka jika seseorang berdoa meminta sesuatu
yang menyelisihi kebiasaan manusia,
maka dia telah melampaui batas dalam doanya,
seperti jika dia berdoa dengan apa yang dicontohkan oleh penulis
dalam perkataannya, “… dengan minta ketidakbutuhan bernapas di udara,
minta tidak bisa sakit sama sekali,
minta anak tanpa berhubungan badan,
atau minta buah tanpa melalui pohon atau menanam.”
Semua ini adalah bentuk melampaui batas dalam berdoa
dan hukumnya haram berdasarkan asas yang telah ditetapkan
tentang haramnya melampaui batas dalam berdoa.
====
ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
الْقِسْمَ الثَّانِي مِنْ أَقْسَامِ الدُّعَاءِ الْمُحَرَّمِ
وَهُوَ الدُّعَاءُ بِخَرْقِ الْعَادَةِ
وَهَذَا مَعْنَى قَوْلِهِ أَنْ يَسْأَلَ الدَّاعِيُ
مِنَ الله تَعَالَى الْمُسْتَحِيلَاتِ الْعَادِيَّةَ
أَيْ مَا اسْتَحَالَ عَادَةً
وَإِذَا دَعَاهُ كَذَلِكَ كَانَ دَاعِيًا بِخَرْقِ الْعَادَةِ
وَقَدْ ذَكَرَ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى
أَنَّ الدُّعَاءَ بِخَرْقِ الْعَادَةِ مُحَرَّمٌ
إِلَّا فِي ثَلَاثَةِ أَحْوَالٍ
أَوَّلُهَا أَنْ يَكُونَ الدَّاعِيُ نَبِيًّا
وَثَانِيهَا أَنْ يَكُونَ الدَّاعِيُ وَلِيًّا
وَثَالِثُهَا أَلَّا يَكُونَ كَذَلِكَ
وَيَدْعُو بِذَلِكَ لِيَجْعَلَهُ اللهُ مِنْ أَهْلِ الْوِلَايَةِ
وَاسْتَدَلَّ الْمُصَنِّفُ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى التَّحْرِيمِ
فِي الدُّعَاءِ بِخَرْقِ الْعَادَةِ
بِآيَتَيْنِ ذَكَرَهُمَا فِي آخِرِ كَلَامِهِ
فِي الصَّفْحَةِ الثَّامِنَةَ عَشَرَ بَعْدَ أَرْبَعِ مِائَةٍ إِذْ قَالَ
وَيَدُلُّ عَلَى تَحْرِيمِ طَلَبِ خَرْقِ الْعَوَائِدِ قَوْلُهُ تَعَالَى
وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
أَيْ لَا تَرْكَبُوا الْأَخْطَارَ
الَّتِي دَلَّتِ الْعَادَةُ عَلَى أَنَّهَا مُهْلِكَةٌ
فَقَوْلُهُ تَعَالَى:
وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى
أَيْ الوَاقِيَةُ لَكُمْ مِنَ الْحَاجَةِ إِلَى السُّؤَالِ وَالسَّرِقَةِ
وَهَاتَانِ الْآيَتَانِ إِنَّمَا تَدُلَّانِ عَلَى ذَلِكَ
مِنْ وَجْهٍ بَعيدٍ لَيْسَ بِقَرِيبٍ
وَيَرِدُ عَلَيْهِ اعْتِرَاضٌ
وَالْوَجْهُ الْقَرِيبُ الَّذِي يَدُلُّ عَلَى حُكْمِ
الدُّعَاءِ بِخَرْقِ الْعَادَةِ
هُوَ كَوْنُ ذَلِكَ مِنَ الْاِعْتِدَاءِ
وَسَبَقَ التَّقْرِيرُ أَنَّ الدُّعَاءَ بِمَا فِيهِ اعْتِدَاءٌ مُحَرَّمٌ
وَمِنْ جُمْلَةِ الْاِعْتِدَاءِ فِي الدُّعَاءِ
الدُّعَاءُ بِخَرْقِ الْعَادَةِ
لِأَنَّ عَادَةَ الْبَشَرِ تَجْرِي
وَفْقَ مَا قَدَّرَهُ اللهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
فَإِذَا دَعَا الْإِنْسَانُ بِشَيْءٍ
يَكُونُ عَلَى خِلَافِ عَادَةِ الْبَشَرِ
كَانَ اعْتِدَاءً فِي دُعَاءِهِ
كَمَا لَوْ دَعَا فِيمَا مَثَّلَ بِهِ الْمُصَنِّفُ
فِي قَوْلِهِ أَنْ يَسْأَلَ الْاِسْتِغْنَاءَ عَنِ التَّنَفُّسِ بِالْهَوَاءِ
أَوِ الْعَافِيَةَ بِالْمَرَضِ
أَوِ الْوَلَدَ مِنْ غَيْرِ جِمَاعٍ
أَوِ الثِّمَارَ مِنْ غَيْرِ أَشْجَارٍ وَغِرَاسٍ
فَهَذَا كُلُّهُ مِنَ الْاِعْتِدَاءِ فِي الدُّعَاءِ
فَيَكُونُ مُحَرَّمًا تَبَعًا لِلْأَصْلِ الْمُتَقَرِّرِ
فِي تَحْرِيمِ الْاِعْتِدَاءِ فِي الدُّعَاءِ